Seni bela diri Anggar dapat diartikan
sebagai permainan beladiri yang menggunakan pedang. Karena sebelum adanya
bentuk Anggar seperti sekarang, pedang digunakan pada masa Persi,
Yunani, Romawi dan Babilonia. Relief yang terdapat di candi Luxor di
Mesir menggambarkan adegan pertandingan Anggar sekitar abad 119
sebelum Masehi, menggunakan pedang sebagai alat. Saat itu, permainan
pedang juga
sudah menggunakan pelindung muka juga pelindung pada ujung
pedang agar tidak mencelakakan orang. Disamping itu, ada seorang yang
bertugas mencatat hasil pertandingan yang digambarkan dengan indahnya
dalam relief tersebut.
Bermula dari pedang yang berat dan
pakaian perang, berubah menjadi senjata yang ringan dan langsing sehingga
mudah cara menggunakannya, termasuk pakaiannya. Pada abad ke-15 muncul
sekolah dan perkumpulan Anggar di Eropa yang menelorkan jago-jago
seperti Marxbruder dari Frankfurt. Perkembangan olahraga sangat pesat,
sehingga pada abad ke-16 tersebut di seluruh Eropa dan resmikan sebagai
permainan Anggar Ranier.
Dengan penekanan pada keterampilan,
jago-jago Anggar memadukan dengan gerak tipu olahraga Gulat, sehingga
tercipta gerakan serangan ke depan (lunge) yang merupakan Anggar sebagai
seni beladiri, kemudian perkembangan lebih lanjut seorang Perancis
bernama Hendri St. Didier menciptakan istilah pada gerakan-gerakan Anggar
yang hingga kini sebagian besar masih digunakan. Dan meskipun
bangsa-bangsa lain menggunakan bahasanya masing-masing, namun dalam
percaturan internasional banyak digunakan istilah Hendri St. Didier.
Bentuk pedang yang diciptakan oleh Koeningsmarken dari Polandia memberi
inspirasi terciptanya jenis senjata : Floret, Sabel dan Degen.
Pada abad ke-17, perubahan pakaian
terjadi, yaitu semasa Louis XIV menggunakan model pakaian dari sutera
satin, jas panjang brokat dan celana sampai lutut (breches) dengan kaos
kaki panjang dari sutera dan sepatu bertumit tinggi. Sedangkan
penemuan topeng kira-kira pada tahun 1780 oleh seorang master Perancis, La
Boessiere menyebabkan adanya perubahan dalam teknik beranggar.
Istilah-istilah seperti Remise, Counter repaste redoublement bisa terjadi
tanpa bahaya yang berlebihan.
Permainan Anggar pada sat itu
merupakan bagian yang paling penting dari pendidikan setiap orang terhormat
sebelum masuk Olympiade seperti kita lihat sekarang. Pertandingan Anggar
memasuki acara sejak Olympiade pertama tahun 1986 dan pada tahun 1924
nomor puteri untuk pertama kalinya dipertandingkan.
Pada zaman penjajahan Belanda di
Indonesia, para tentara Kerajaan Belanda membawa serta olahraga anggar masuk ke
Indonesia. Pada saat itu terdapat dua macam tujuan permainan anggar, yaitu
untuk berkelahi dan olahraga.
Kemampuan bermain anggar untuk
berkelahi diwajibkan bagi setiap tentara Hindia Belanda (KNIL) dengan
menggunakan kelewang (pedang) atau sangkur. Sedangkan, permainan anggar untuk
olahraga dipersilakan bagi para bintara, perwira, serta mahasiswa.
Tokoh-tokoh militer bangsa Indonesia
yang mempunya keahlian bermain anggar pada waktu itu antara lain adalah
Drh.Singgih, Soeparman, Maryono, Setu, Warsimin, Paimin Salekan, Atmo Soewirjo,
J. Sengkey, Suratman, Mantiri, C.H. Kuron, Mangangantung, dan Soekarno.
Untuk dapat meningkatkan kemampuan
bermain anggar maupun olahraga lainnya, KNIL mendirikan sekolah olahraga
militer. Sekolah olahraga militer tersebut didirikan guna untuk mendidik para
guru anggar, guru renang, dan guru olahraga lainnya. Lembaga pendidikan militer
tersebut didirikan di Bandung dan Magelang.
Pada masa penjajahan Jepang, tidak ada
informasi yang masuk tentang perkembangan olahraga anggar di Indonesia. Dalam
masa perang kemerdekaan, banyak guru anggar yang berasal dari mantan instruktur
militer Belanda yang menjadi instruktur di Akademi Militer Yogyakarta. Mereka
mengajarkan cara bermain anggar, baik untuk olahraga maupun berkelahi dengan
menggunakan sangkur.
Dalam Pekan Olahraga Nasional pertama
yang diselenggarakan pada tahun 1948 di Solo, olahraga anggar mulai
diperkenalkan serta dieksibisikan oleh para guru anggar mantan instruktur militer
Belanda tersebut.
Setelah penyerahan kedaulatan Negara
Republik Indonesia, para guru anggar yang tersebar di tanah air mulai
mengembangkan olahraga anggar dengan cara mendirikan perkumpulan-perkumpulan
anggar di beberapa daerah. Seperti di Sumatera Utara, Jakarta, Bandung, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan di Sulawesi Selatan.
Perkumpulan anggar di ibukota kita,
Jakarta, didirikan oleh Kasimin Atmosoewirjo, Soekarno, dan Drh. Singgih. Di
awal tahun 1950, Kasimin Atmosoewirjo mulai mengembangkan olahraga anggar di
Jakarta bersama dengan puteranya yang bernama Suratmin.
Perjuangan para guru anggar yang telah
merintis olahraga anggar di tanah air selanjutnya dikembangkan oleh para
penerus. Baik oleh murid, anak, maupun cucu, sehingga pada saat ini olahraga
anggar dapat terus berkembang di berbagai provinsi di Indonesia.
Setelah penyerahan kedaulatan
Indonesia oleh pihak Belanda, permainan anggar mulai diajarkan di sekolah
olahraga maupun perguruan tinggi olahraga. Di lingkungan akademi militer dan
polisi juga sempat diajarkan cara bermain anggar, namun pada akhirnya kurang
berkembang.
Dalam perkembangan selanjutnya,
olahraga anggar mulai dipertandingkan dalam Pekan Olahraga Nasional kedua yang
diselenggarakan pada tahun 1951 di Jakarta. Setelah itu olahraga anggar selalu
dipertandingkan dalam setiap Pekan Olahraga Nasional hingga sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar